Mengurai rasa tak berbingkai pada lipatan hati
Mendesir gelombang haru menggiring perasaan menepi
Pada seserpih luka yang mengering
Kenapa masih mengaruskan pedih perih
Ku tatap bebongkah awan yang melayang riang
Dengan langit hati yang setia mentasbihkan doa-doa
Pada harap kepantasan siraman nirwana
Menyepuh leluka
Kudamaikan kecamuk nurani dalam pemaafan
Agar fragmen-fragmen duka mengatup tuntas
Seperti kisah kita yang tak mungkin diteruskan
Biar usai dalam kemasan kenangan
Kan kunikmati setiap intensitas luka kehidupan
Dengan tawa yang masih tersisa
Dan tetap bisa berdiri hari ini, esok, lusa….
Bahwa diantara kepingan rasa sakit , sel-sel bahagia akan slalu bertunas
Sangat menarik membaca puisi yang ditulis oleh Mba Ririe. Terlihat makna yang mendalam dan berkesan jika diuraikan satu persatu dari setiap baitnya. Hmm,....jadi penasaran apa yaa yang sedang dialami seorang mba Ririe ketika membuat puisi ini.
Seperti pada bait pertama dan kedua, dimana doa menjadi salah satu kekuatan dalam menyepuh luka.
Mengurai arti dibalik luka yang dirasakan masih ada asa yang tersisa. Doa menjadi sebuah bentuk kepasrahan akan ketentuan kehidupan yang telah digariskan Sang Khalik.
Pergolakan batin pun mengikuti ego manusia. Dituangkan dalam isi pada bait ketiga " Kudamaikan kecambuk nurani dalam pemaafan agar fragmen-fragmen duka mengatup tuntas seperti kisah kita yang tak mungkin diteruskan biar usai dalam kemasan kenangan ". Rasa terluka, sakit hati dan penderitaan yang dialami memunculkan sisi egosentris. Antara penolakan dan pemaafan. Manakah yang harus dimenangkan?
Luka tetaplah luka, terasa perih dan sakit. Menjadi lebih bijak, ketika pemaafan dipilih. Menutup katup luka dengan pemakluman diikuti sikap optimis. Membungkusnya dalam kenangan, sekaligus pembelajaran bahwa tidak semua keinginan dan harapan bisa terwujud. Meskipun untuk itu diperlukan proses yang panjang.
Hikmah dari luka, derita, sakit hati yang dirasakan tertuang pada bait terakhir.
" Kan kunikmati setiap intensitas luka kehidupan dengan tawa yang masih dan tetap bisa berdiri hari ini, esok, lusa bahwa diantara kepingan rasa sakit, sel-sel bahagia akan selalu bertunas ".
Luka kehidupan yang dirasakan tidak semata menjadi derita yang terus menerus diratapi. Sesungguhnya pada setiap luka terdapat penguatan. Bukankah hidup menjadi lebih berwarna jika derita dan bahagia silih berganti singgah di hati. Endingnya, dibalik luka dan derita ada hikmah yang bisa diambil bagi kearifan kehidupan selanjutnya. Percayalah, smua akan indah pada waktunya. Sel-sel bahagia akan slalu membelah, berkembang dan bertunas sekarang, nanti dan selamanya.
Seperti pada bait pertama dan kedua, dimana doa menjadi salah satu kekuatan dalam menyepuh luka.
Mengurai arti dibalik luka yang dirasakan masih ada asa yang tersisa. Doa menjadi sebuah bentuk kepasrahan akan ketentuan kehidupan yang telah digariskan Sang Khalik.
Pergolakan batin pun mengikuti ego manusia. Dituangkan dalam isi pada bait ketiga " Kudamaikan kecambuk nurani dalam pemaafan agar fragmen-fragmen duka mengatup tuntas seperti kisah kita yang tak mungkin diteruskan biar usai dalam kemasan kenangan ". Rasa terluka, sakit hati dan penderitaan yang dialami memunculkan sisi egosentris. Antara penolakan dan pemaafan. Manakah yang harus dimenangkan?
Luka tetaplah luka, terasa perih dan sakit. Menjadi lebih bijak, ketika pemaafan dipilih. Menutup katup luka dengan pemakluman diikuti sikap optimis. Membungkusnya dalam kenangan, sekaligus pembelajaran bahwa tidak semua keinginan dan harapan bisa terwujud. Meskipun untuk itu diperlukan proses yang panjang.
Hikmah dari luka, derita, sakit hati yang dirasakan tertuang pada bait terakhir.
" Kan kunikmati setiap intensitas luka kehidupan dengan tawa yang masih dan tetap bisa berdiri hari ini, esok, lusa bahwa diantara kepingan rasa sakit, sel-sel bahagia akan selalu bertunas ".
Luka kehidupan yang dirasakan tidak semata menjadi derita yang terus menerus diratapi. Sesungguhnya pada setiap luka terdapat penguatan. Bukankah hidup menjadi lebih berwarna jika derita dan bahagia silih berganti singgah di hati. Endingnya, dibalik luka dan derita ada hikmah yang bisa diambil bagi kearifan kehidupan selanjutnya. Percayalah, smua akan indah pada waktunya. Sel-sel bahagia akan slalu membelah, berkembang dan bertunas sekarang, nanti dan selamanya.

" Kepedihan hanya ada dalam perlawanan. Sukacita hanya ada dalam penerimaan. Situasi menyakitkan yang kita terima dengan sepenuh hati akan menjadi sukacita. Situasi sukacita yang tidak kita terima akan menjadi kepedihan. Tidak ada namanya pengalaman buruk. Pengalaman buruk semata-mata merupakan kreasi dari perlawanan kita terhadap pengalaman itu " (Jalaluddin Rumi)
Tulisan ini diikutsertakan dalam "Giveaway Kidung Kinanthi: Kata dalam Puisi"
#Setelah bolak-balik, berulang-ulang baca nih puisi baru nyadar kalau terdapat alur yang mengesankan.
Begini saya menguraikannya,.....
Bait satu dan dua seperti pendahuluan, bait dua'nya memunculkan klimaks dan dibait terakhir merupakan anti klimaks.
Bait satu dan dua seperti pendahuluan, bait dua'nya memunculkan klimaks dan dibait terakhir merupakan anti klimaks.
amazing mba dan teruslah berkarya dalam puisi...yuuuhuuuu.... :)